Selasa, November 18, 2008

Seratus Pemain Terbaik Dunia

Berikut adalah 100 pemain terbaik dunia tahun ini versi majalah four-four two.

100. Huntelaar (Ajax)
99. Schweinsteiger (Bayern Munich)
98. Cassano (Sampdoria)
97. Capel (Sevilla)
96. L Diarra (Portsmouth)
95. Scholes (Man United)
94. Amauri (Juventus)
93. Simao (Atletico Madrid)
92. Akinfeev (CSKA Moscow)
91. Pandev (Lazio)
90. Mikel (Chelsea)
89. Danny (Zenit)
88. Sagna (Arsenal)
87. Zambrotta (Milan)
86. Higuain (Real Madrid)
85. Chiellini (Juventus)
84. Mancini (Inter)
83. Diego (Werder Bremen)
82. Poulsen (Juventus)
81. Pires (Villareal)
80. Zanetti (Inter)
79. Di Natale (Udinese)
78. Kanoute (Sevilla)
77. Clichy (Arsenal)
76. Klose (Bayern Munich)
75. Trezeguet (Juventus)
74. Camoranesi (Juventus)
73. Juninho (Lyon)
72. Cannavaro (Real Madrid)
71. Srna (Shakhtar Donetsk)
70. Ronaldinho (Milan)
69. Cazorla (Villarreal)
68. Forlan (Villarreal)
67. Pirlo (Milan)
66. Lahm (Bayern)
65. M Diarra (Real Madrid)
64. Santa Cruz (Blackburn)
63. Benzema (Lyon)
62. Modric (Tottenham)
61. Pepe (Real Madrid)
60. Van der Vaart (Real Madrid)
59. Nesta (Milan)
58. Chivu (Inter)
57. Henry (Barcelona)
56. Raul (Real Madrid)
55. Toni (Bayern Munich)
54. Totti (Roma)
53. Cech (Chelsea)
52. Boruc (Celtic)
51. Robben (Real Madrid)
50. Zhirkov (CSKA Moscow)
49. Joe Cole (Chelsea)
48. Tevez (Man United)
47. Bosingwa (Chelsea)
46. Keita (Barcelona)
45. Del Piero (Juventus)
44. Ashley Cole (Chelsea)
43. Cambiasso (Inter)
42. Robinho (Man City)
41. Tymoshchuk (Zent)
40. Evra (Man United)
39. Nihat (Villareal)
38. Silva (Valencia)
37. Berbatov (Man United)
36. Eto'o (Barcelona)
35. Mascherano (Liverpool)
34. Vidic (Man United)
33. De Rossi (Roma)
32. Terry (Chelsea)
31. Fabiano (Sevilla)
30. Senna (Villarreal)
29. Deco (Chelsea)
28. Arshavin (Zenit)
27. Iniesta (Barcelona)
26. Maicon (Inter)
25. Carvalho (Chelsea)
24. Rooney (Man United)
23. Alves (Barcelona)
22. Essien (Chelsea)
21. Sneijder (Real Madrid)
20. Ramos (Real Madrid)
19. Buffon (Juventus)
18. Ballack (Chelsea)
17. Ribery (Bayern Munich)
16. Drogba (Chelsea)
15. Adebayor (Arsenal)
14. Van Nistelrooy (Real Madrid)
13. Lampard (Chelsea)
12. Fabregas (Arsenal)
11. Xavi (Barcelona)
10. Gerrard (Liverpool)
9. Ferdinand (Man United)
8. Aguero (Atletico Madrid)
7. Ibrahimovic (Inter)
6. Villa (Valencia)
5. Kaka (Milan)
4. Casillas (Real Madrid)
3. Torres (Liverpool)
2. Messi (Barcelona)
1. Ronaldo (Man United)

Kamis, Oktober 30, 2008

Media di Bangka Belitung (Sudah) Banci?

Pepi 25 tahun, Senin malam,27 Oktober 2008, tak menyangka akibat menyapa seorang anggota brimob teman Robin tetangga kosnya, membuat si anggota brimob tersinggung dan menantang Pepi duel. Lalau terjadilah perang mulut lalau terjadilah perkelahian. Tak berhenti disampai di sana. Setelah dilerai warga, dan merasa tak puas oknum brimob tersebut, lalu menagajak 30 orang temannya sesama anggota brimob menghajar Pepi hingga babak belur. Setelah puas dan mengancam jangan sampai Pepi melaporkan kejadian ini kepihak atasan mereka, 30 orang oknum tersebut meninggalkan Pepi dalam keadaan babak belur.
Hingga saat ini tak ada satu pun media harian di Bangka Belitung yang menurunkan laporannya. Bahkan menurut keterangan keluarga korban, sudah beberap kali ia mendatangi kantor redaksi beberap media lokal tersebut untuk meminta agar persoalan yang menimpa korban dieksposTapi selalu saja, pihak media beralasan kalau diberitakan mereka takut keselamatan korban tak terjamin. Dan bukan hanya itu, pihak media pun menurut keterangan kelurag korban tersbut takut kalu mereka menjadi sasaran amuk anggota birmob tersebut. Padahal, sehari setelah kejadian banyak media baik cetak maupun elektronik (Nasional) yang mewanwacai korban di RSBT (Rumah Sakit Bakti Timah), Ruang Rajawali isolasi 3. Kini Pepi masih terbaring di rumah sakit. Untuk berbicara pun ia kesulitan. Selain hampir sekujur tubuhnya babak belur. Secara
psikologis ia pun tertekan. Media yang diharapkan dapat membantu dia mendapatkan keadilan, tak meberikan respon. Kini keluarga korban hanya berharap adanya keadilan atas peristiwa
yang menimpa korban. Menurut Pepi ia hanya menyapa tamu tetangganya tersebut. Tapi yang disapa salah sangka, dikiranya menantang

Sudah lama rasanya tidak menulis tentang di luar topik ekonomi dan olahraga. Ini membuat saya seolah-olah terpisah dari dunia yang sebenarnya. Ini juga membuat tinitan hati terasa beku dan terutup dengan dunia luar. Tirani yang seolah erat menjerat membuat saya memang nyaris tak punya sekedar waktu untuk ngobrol dengan diri saya sendiri. Sebuah keheranan mungkin, tapi itulah yang terjadi. Sampai sebuah email dari teman langsung membidik ujung hati saya, dan nyaris membuat saya tak percaya, karena di TKP banyak sekali teman saya yang notabene masih satu grup dengan saya. Sebuah pencorengan idealisme yang hanya berkutat pada materi membuat hati saya tak tenang. Sama seperti saya di Batam, ulah para oknum wartawan membuat saya agak terpinggirkan di tengah moralitas dan idealisme mereka sungguh dipertanyakan. Mereka berlabel PWI Reformasi dan AJI, namun sikap dan prilaku mereka masih menunjukkan lembaga pers yang sangat amat primitif. Norma munafik pun masih melekat pada diri mereka. Amplop, minta jatah uang sampai hanya bermanis di depan para pejabat hanya untuk memeroleh segelintir proyek fiktif menjadikan saya terasa muak. Mau kemana dan diapain, jelas saya pun bingung karena mereka semua teman-teman saya, teman ngobrol, teman ngopi smapai teman main Playstation, tentu di luar kedinasan kita sebagai seorang pemburu berita.
Na, kini persaan dan peristiwa serupa tengah terjadi di Bangka Belitung. Email teman saya menyebutkan kalau sikap dan prilaku teman-teman media di sana sudah sangat keterlaluan. Mereka seolah sudah dikebiri oleh kekuasaan, bahkan sudah beralih menjadi banci. Sebuah pernyataan yang masih bisa digugat, karena belum tentu selama ini lembaga atau institusi pers di sana baik itu koran, majalah ataupun lembaga profesi, sudah benar-benar menjadi pria sejati. kalau belum menjadi pria sejati, berarti bukan menjadi banci dong sekarang. lalu apa?mungkin lebih tepat dikaruniai 'gelar' pengecut!.
Terasa keras?tidak juga, karena pasti lebih terasa menyedihkan bagi sosok korban. Lalu dimana peran teman-teman yang menyatakan diri mereka idealis?. Nyaris tak ada yang bisa menjawab, karena memang alasan mereka tetap saja klise: keselamatan kantor dan keselamatan wartawan itu sendiri. Sungguh memuakkan padahal jelas-jelas sudah ada aturan perundangan yang menyelaraskan semua itu. Bodoh, dungu atau memang pura-pura tak mengerti?kalau memang itu yang terjadi, berarti sistem sumber daya manusi di tempat mereka bekerja benar-benar parah, bahkan sangat parah.
Ketakutan melawan tindakan represif aparat jelas bukan menjadi alasan utama yang harus dikedepankan. Kawan, saat memutuskan untuk terjun ke dunia jurnalistik, jelas analisa pertama yang keluar adalah resiko yang harus ditanggung tatkala berhadapan dengan hal-hal seperti itu. Tak habis pikir buat saya jika teman-teman di Bangka Belitung tak bisa bergerak. Maslaah utama bukan ekses dari pemberitaan itu, tapi hak dari masyarakat dan konsumenlah yang seharusnya mereka pertimbangkan. Bahkan kalau masyarakat dan konsumen bisa jeli, mereka pun bisa menuntut kalangan pekerja pers di sana, kenapa berita penting seperti itu tak keluar?, mungkin iklim kapitalis benar-benar sudah merangsek ke setiap duri hati mereka.
'Kembali ke topik awal. Tindakan represif aparat memang sangat disayangkan. Analisanya sederhana, kenapa mereka bisa bertindak seperti itu terhadap rakyat biasa yang notabene adalah pembayar gaji aparat pemerintah?seharusnya justru dialah yang harus mengayomi bukan lantas menganiaya seenaknya sendiri, apalagi sampai membawa satu pleton seperti itu. Sungguh memalukan dan tentunya ini makin menunjukkan kalau pendidikan di tingkat aparat pemerintah benar-benar bobrok!!!. lalu kemana dana triliunan rupiah yang dialokasikan untuk mendidik moral aparat bangsa itu?sepertinya pertanyaan seperti itu masuk dalam jajaran retorika belaka.
Kenapa mesti takut melawan aparat?apakah karena mereka banyak kawan, atau karena mereka selalu menenteng senjata, atau karena mereka memiliki atasa yang siap setiap saat untuk menjebloskan kita ke penjara?sungguh menyesakkan jika alasan seperti menjadi garda depan untuk mengingkari sumpah menjadi pewarta.
Sungguh aneh....benarkah teman-teman di daerah sudah seperti orang banci?hanya mereka sendiri yang tahu dan bisa merasakannya....

Sabtu, Oktober 25, 2008

20 Bintang Muda Terkaya

Masih muda tapi sudah jadi milyuner. Dari daftar 20 superstar terkaya yang usia di bawah 25 tahun, empat yang teratas berprofesi atlet. LeBron James dan Maria Sharapova raja dan ratunya.
Berdasarkan laporan majalah Forbes, James tercatat sebagai selebriti muda berpenghasilan tertinggi. Kekayaan pebasket NBA itu, termasuk yang dihasilkannya sebagai bintang iklan, hak royalti, serta belum dipotong pajak, ditaksir mencapai US$ 27 juta atau sekitar Rp 251 miliar.
James, yang umurnya akan genap 23 tahun pada 30 Desember nanti, terdongkrak penghasilannya berkat kontrak barunya dengan Cleveland Cavaliers yang bernilai US$ 60 juta. Itu berarti di musim pertama dari kontrak baru itu ia digaji US$ 13 juta. Adapun beberapa produk yang memakai figurnya sebagai model adalah Nike, Coca-Cola, dan Upper Deck.
Di bawah James alias di peringkat dua adalah bintang NFL dari klub New Orleans Saints, Reggie Bush. Pemuda berusia 22 tahun itu diperkirakan memiliki kekayaan sebesar US$ 24 juta (Rp 223 miliar).
Posisi ketiga diduduki Sharapova, yang berarti ia adalah selebriti wanita muda paling kaya dalam daftar tersebut. Penghasilannya terpaut 1 juta dolar dari Bush. Dari US$ 23 juta, pemasukan Sharapova dari memenangi banyak turnamen "hanya" US$ 3,8 juta. Jadi, kebanyakan atlet Rusia berusia 20 tahun itu menjadi sangat kaya karena "side job"-nya sebagai bintang iklan.
Di peringkat keempat tercantum nama Michelle Wie. Dia adalah bintang golf wanita asal Hawaii, yang dalam satu tahun terakhir mampu meraup income US$ 19 juta (Rp 176 miliar). Mau tahu berapa umurnya? Baru 19 tahun.
Setelah empat urutan teratas dari kalangan atlet, berikutnya baru muncul selebriti-selebriti dari dunia akting dan tarik suara seperti si kembar Mary-Kate dan Ashley Olsen, Daniel "Harry Potter" Radcliffe, Hillary Duff, dan penyanyi Avril Lavigne. Data ini adalah perhitungan dari Juni 2006 hingga Juni 2007.

Daftar 20 selebritis terkaya di bawah 25 tahun:
1. LeBron James, 22 th, $ 27 juta
2. Reggie Bush, 22 th, $24 juta
3. Maria Sharapova,20 th, $23 juta
4. Michelle Wie, 18 th, $19 juta
5. Mary-Kate & Ashley Olsen, 21 th, $17 juta
6. Daniel Radcliffe, 18 th, $15 juta
7. Hilary Duff, 20 th, $12 juta
8. Avril Lavigne, 23 th, $12 juta
9. Carmelo Anthony, 23 th, $10 juta
10. Keira Knightley, 22 th, $9 juta
11. Carrie Underwood, 24 th, $7 juta
12. Scarlett Johansson, 23 th, $5 juta
13. Mischa Barton, 21 th, $4,5 juta
14. Dakota Fanning, 13 th, $4 juta
15. Emma Watson, 19 th, $4 juta
16. Rupert Grint, 19 th, $4 juta
17. Miley Cyrus, 15 th, $3,5 juta
18. Lindsay Lohan, 21 th, $3,5 juta
19. Mandy Moore, 23 th, $3,5 juta
20. Frankie Muniz, 22 th, $3 juta

Oprah named most powerful celebrity again

Talk show host Oprah Winfrey is the world's most powerful celebrity for the second straight year and for the fifth time ever, according to the 2008 Forbes Celebrity 100 Power List released on Wednesday. The annual list also included two couples among its top 10. Actress Angelina Jolie came in at No. 3 and her partner Brad Pitt nabbed No. 10, while music mogul newlyweds, Beyonce Knowles and Jay-Z were fourth and seventh.
Golfer Tiger Woods remained No. 2 and soccer player David Beckham was No. 5, while actor Johnny Depp took sixth. Music group The Police nabbed No. 8 after reuniting for a successful world tour and British author J.K. Rowling was No. 9 after the release of the seventh and final Harry Potter book.
"It's not surprising that Oprah Winfrey and Tiger Woods remain at the top this year -- they're certainly some of the biggest earners," said Matthew Miller of Forbes magazine. The rankings give the most weight to earnings over the past year but also factors in such things as Internet presence, press clippings, magazine covers and mentions on TV and radio. During the past year Winfrey made $275 million, Woods, $115 million, Knowles $80 million, Beckham $50 million, Depp $72 million, Jay-Z $82 million, and The Police $115 million.
While Jolie's earnings of $14 million and Pitt's salary of $20 million pale in comparison, the popularity of the couple, who have four children and twins on the way, and their constant presence in magazines saw their power soar. "Had (Jolie) made a couple of millions dollars more she probably would have been close to topping the list because the number of magazine covers that she was on, the number of stories she was mentioned in, far surpassed anyone else on the list," Miller said.
And it was Beckham's move to Los Angeles with former Spice Girl wife Victoria and their three sons in a blaze of pulicity that helped propel him into the top 10 for the first time. In contrast, Rowling earned $300 million in the past 12 months, more than Winfrey, but is a reluctant celebrity.
The 2008 top 100 is made up of 20 film actors, 20 athletes, 10 musicians, 10 talk show hosts, 10 TV actors, five "tween" stars, five directors/producers, five celebrity personalities, four authors, four hip-hop impresarios, four chefs and three models.
The "tween" category, a marketing term that usually refers to an audience ages 9 to 12, is new, Forbes said, with "Hannah Montana" star Miley Cyrus making her debut in the top 100 at No. 35 "following a sold-out concert tour, a hit 3-D movie, and a controversial photo shoot that had the press buzzing." Among those dropping from the list are Tom Hanks, Jessica Alba, Hayden Panettiere, Adam Sandler and Scarlett Johansson, The Rolling Stones, Elton John and Jessica Simpson.

Daftar Selebritis Paling Berpengaruh di Dunia

Nama Bayaran (juta dolar AS)
1 Oprah Winfrey 275
2 Tiger Woods 115
3 Angelina Jolie 14
4 Beyonce Knowles 80
5 David Beckham 50
6 Johnny Depp 72
7 Jay-Z 82
8 The Police 115
9 J.K. Rowling 300
10 Brad Pitt 20
11 Will Smith 80
12 Justin Timberlake 44
13 Steven Spielberg 130
14 Cameron Diaz 50
15 David Letterman 45
16 LeBron James 38
17 Jennifer Aniston 27
18 Michael Jordan 45
19 Kobe Bryant 39
20 Phil Mickelson 45
21 Madonna 40
22 Simon Cowell 72
23 Roger Federer 35
24 Alex Rodriguez 34
25 Jerry Seinfeld 85
26 50 Cent 150
27 Kanye West 30
28 Celine Dion 40
29 Bruce Willis 41
30 Dr. Phil McGraw 40
31 Tom Cruise 13
32 Jay Leno 32
33 Sean "Diddy" Combs 35
34 Stephen King 45
35 Miley Cyrus 25
36 Kimi Raikkonen 44
37 Jeff Gordon 32
38 Ronaldinho 37
39 Shaquille O'Neal 32
40 Judge Judy Sheindlin 45
41 Howard Stern 70
42 Tyler Perry 125
43 Fernando Alonso 33
44 Leonardo DiCaprio 45
45 Donald Trump 30
46 George Lucas 50
47 Keira Knightley 32
48 Jerry Bruckheimer 145
49 Nicolas Cage 38
50 Spice Girls 21
51 Matt Damon 21
52 Dale Earnhardt Jr. 31
53 Bon Jovi 25
54 Jennifer Lopez 7
55 Ben Stiller 40
56 Kevin Garnett 29
57 Nicole Kidman 13
58 James Patterson 50
59 Rush Limbaugh 33
60 Reese Witherspoon 25
61 Maria Sharapova 26
62 Ryan Seacrest 31
63 Gwen Stefani 27
64 Daniel Radcliffe 25
65 Alicia Keys 15
66 Gisele Bundchen 35
67 Gwyneth Paltrow 25
68 Tyra Banks 23
69 Serena Williams 14
70 Eva Longoria Parker 9
71 Ellen DeGeneres 20
72 Sarah Jessica Parker 18
73 Katherine Heigl 13
74 Regis Philbin 21
75 Tom Clancy 35
76 Rachael Ray 18
77 Cate Blanchett 12
78 Heidi Klum 14
79 Carrie Underwood 9
80 Jon Stewart 14
81 Justine Henin 12.5
82 Judd Apatow 27
83 Kate Moss 7.5
84 Patrick Dempsey 13.5
85 Charlie Sheen 20
86 Drew Carey 12
87 Steve Carell 5
88 Lorena Ochoa 10
89 Jonas Brothers 12
90 Howie Mandel 14
91 Wolfgang Puck 16
92 Zac Efron 5.8
93 Annika Sorenstam 11
94 Ashley Tisdale 5.5
95 Gordon Ramsay 7.5
96 Jennifer Love Hewitt 5
97 Lauren Conrad 1.5
98 Vanessa Williams 4.5
99 Tina Fey 4.6
100 Paula Deen 4.5

Dith Pran "The Killing Field" Meninggal Dunia

Gak sengaja aku barusan menonton sebuah film yang ternyata sangat legenderasi, maklum saat film itu dirilis aku masih berusia sangat hijau. Yup, The Killing Fields membuatku mendadak tergugah dan mengernyitkan kening, betapa tugas seorang jurnalis begitu besar pengaruhnya terhadap sebuah perubahan peradaban dan nilai sejarah. Betapa mereka benar-benar berjuang menjadi seorang yang sangat idealis, dan meninggalkan sebuah kehidupan yang sebenarnya bisa membuat mereka nyaman. Sebuah nilai perjuangan yang membuat aku tiba-tiba saja takluk dan tersentak kalbun, tak menyana arti penting sebuah pengorbanan secara umum. Sesuatu yang sedikit sekali dilakukan di negeri ini. Berikut beberapa tulisan yang kucari dari pelbagai koran dan situs berita tentang nama Dirt Pan dan sosok Schanberg.

THE
Killing Fields, Anda pernah membaca novel atau menonton filmnya? Kisah tentang ladang pembantaian itu adalah kisah nyata Dith Pran yang berjuang hidup dan lolos dari kekejaman rezim Pol Pot. Dith Pran adalah orang yang mencetuskan terminologi The Killing Fields. Ia telah berhasil mengatasi keganasan tentara Khmer Merah, tapi tidak untuk kanker pankreas. Minggu (30/3), Dith menghembuskan nafas terakhirnya di RS New Jersey, Amerika Serikat.
Dith Pran lahir di Siem Reap 27 September 1942. Nama dirinya adalah Pran. Dith adalah nama keluarga. Dalam tradisi Asia, nama keluarga ditaruh di depan. Dith fasih berbahasa Prancis dan Inggris. Di Kamboja ia bekerja sebaga penterjemah untuk perwakilan resmi Amerika. Tahun 1970, ketika kekuasaan Raja Norodom Sihanouk jatuh dan tentara Kamboja berperang melawan tentara merah Vietnam yang komunis, Dith bekerja sebagai penterjemah untuk wartawan Times yang bertugas di Phnom Penh, Sydney Schanberg. Dith menjadi partner Schanberg meliput konflik di Kamboja.
Saat kekuasaan Amerika menyurut di Kamboja dan Vietnam Schanberg pulang ke negaranya. Dith ingin ikut meninggalkan Pnom Penh, ikut Schanberg ke Amerika. Tapi, gagal. Dith terjebak di dalam kota bersama ribuan warga kota Phnom Penh.
Saat itu Pol Pot membunuh semua tokon intelektual Kamboja. Dith bertahan hidup karena menyamar sebagai petani tidak berpendidikan. Ia masuk kamp kerja paksa dan mengalami berbagai macam penyiksaan. Empat setengah tahun Dith menjadi bagian dari masyarakat baru yang coba dibangun Pol Pot di atas darah masyarakat Kamboja.
Dalam sebuah kesempatan ia berhasil melarikan diri. Ia berjalan sejauh 40 mil untuk mencapai perbatasan Thailand. Perjuangan yang sangat dramatis karena ia harus menghindar dari patroli tentara khmer merah dan orang-orang vietnam. Akhirnya ia berhasil mencapai perbatasan Thailand dan menghubungi sahabatnya Schanberg. Mereka akhirnya bertemu kembali dalam suasana yang sangat mengharukan. Dith berhasil masuk Amerika dan menjadi warganegara adi daya itu. Ia merintis karir sebagai wartawan foto.
Tahun 1980 Schanberg menuliskan kisah Dith dalam buku The Death and Life of Dith Pran yang menjadi cikal bakal film dan novel The Killing Fields. Tahun 1984 film The Killing Fields meraih tiga Ocar. Sosok Dith Pran diperankan Haing S. Ngor, orang Kamboja yang juga berhasil melarikan diri dari kekejaman Pol Pot. Haing bahkan berhasil meraih Oscar sebagai pemeran pembantu terbaik. Sayang, ia tewas mengenaskan, ditembak perampok tahun 1996.
Dith adalah pejuang kehidupan sejati. Setelah berhasil lolos dari keganasan Pol Pot, ia tidak bisa menghindari keganasan kanker. Sebelum kematiannya, ia sadar betul tidak mungkin lagi baginya hidup lebih lama. "Saya ingin meyelamatkan hidup saya, tapi masyarakat Kaboja percaya bahwa tubuh kita hanyalah pinjaman. Tubuh adalah rumah bagi jiwa, dan jika rumah ini sudah rapuh, itulah saatnya pergi meninggalkan rumah," katanya.

The Killing Fields, Memoar Dith Pran

Sosoknya menghadirkan sebuah kategori khusus: Jurnalistik kepahlawanan.
Inilah neraka hidup itu. Dith Pran menyaksikan sendiri negerinya berubah di tengah cengkereman rezim Khmer Merah. Demi bertahan hidup, dia berpegang pada sebuah kredo: Jangan bergerak kecuali ada 50:50 kesempatan agar tidak terbunuh.Di tengah situasi genting, dia melakukan proses evakuasi istri dan anak-anaknya. Namun, Dith sendiri bersikeras tetap tinggal di Kamboja bersama Sydney H Schanberg, seorang koresponden The New York Times yang ditugaskan ke Asia Tenggara, agar tetap dapat meliput seluruh peristiwa. Dith yakin negerinya bisa selamat jika negara lain mengetahui tragedi yang terjadi dan merespons.Dith pun menjadi mitra jurnalistik Schanberg. Dia membantu menerjemahkan, mencatat, memotret, dan menolong Schanberg di tengah carut marut Kamboja. Ketika Phnom Penh jatuh pada 1975, segalanya berubah. Dith harus menyelamatkan Schanberg dan jurnalis Barat lain dengan cara membujuk para tentara yang menangkap mereka.Sayang, di tengah kondisi kalut, Dith harus menerima kenyataan dikirim ke kawasan terpencil untuk bergabung dengan jutaan orang lain yang dipekerjakan sebagai budak. Schanberg terusir dari negeri ini dan Dith menjadi tawanan Khmer Merah. Beberapa tahun berselang, Schanberg menuliskan kisah Dith itu dalam sebuah artikel berjudul The Death and Life of Dith Pran (Kematian dan Kehidupan Dith Pran) di The New York Times.Kisah ini lantas diadaptasi menjadi film The Killing Fields (1984). Film yang membuka mata dunia tentang pembantaian di Kamboja. Film yang membuat Haing S Ngor, pemeran Dith Pran, menyabet gelar pembantu pria terbaik Academy Award satu di antara tiga Oscar.Dith Pran lahir pada 23 September 1942 di Siem Reap, Kamboja, di sebuah kota provinsi tak jauh dari kuil kuno di Angkor Wat. Dia belajar bahasa Prancis di sekolah dan menekuni bahasa Inggris secara otodidak. Berkat kemampuan berbahasa itu, Dith sempat menjadi penerjemah badan militer Amerika.Di awal 1970-an, ketika kekisruhan di Vietnam meluas dan Kamboja jatuh dalam perang sipil, Khmer Merah menjadi lebih kuat. Di saat itu, Dith sudah menjadi penerjemah para jurnalis asing. Ketika mendampingi Schanberg, dia belajar memotret. Saat Khmer Merah berkuasa, Dith menjadi bagian dari sebuah eksperimen sosial yang mengerikan berupa pengusiran ratusan ribu orang dari kota dan penindasan kaum terdidik untuk mewujudkan Kamboja sebagai negara agraris.Demi menghindari eksekusi, Dith memilih untuk menyembunyikan identitasnya. Dia menjadi sopir taksi, membuang hartanya, dan berpakaian seperti petani. Lebih dari empat tahun, dia melakukan pekerjaan kasar. Dith merasakan tahun-tahun yang penuh pukulan, kerja keras tanpa batas, dan makanan yang hanya berupa satu sendok makan nasi setiap hari. Hingga November 1978, Vietnam menginvasi Kamboja dan menjungkalkan akar kuat Khmer Merah.
Dith pun kembali ke kampung halamannya di Siem Reap. Di sanalah pemandangan mengenaskan itu terhampar. Sekitar 50 anggota keluarganya terbunuh, sumur-sumur terisi penuh dengan tengkorak dan mayat. Puncaknya adalah pada 3 Oktober 1979, Dith berhasil melarikan diri melewati perbatasan Thailand.

Setelah tahun demi tahun berlalu tanpa mendengar kabar dari Dith, Schanberg mendengar kabar menggembirakan pelarian Dith. Dia sendiri telah mendapat Pulitzer berkat reportasenya di Kamboja. Schanberg menerimanya atas nama Dith juga.

Schanberg menerima kedatangan sang sahabat dengan tangan terbuka. Di San Francisco, AS, Dith bertemu dengan istri dan keempat anaknya. Dith pun memulai hidup baru dengan pindah ke New York. Pada 1980, dia menjadi fotografer The New York Times. Hasil bidikannya amat imajinatif. Ketika merekam kematian seorang tokoh masyarakat yang terbunuh, Dith lebih suka memotret para wajah duka para pelayat ketimbang membidik peti mayat. ''Kita harus menjadi sebuah nanas yang memiliki ratusan mata,'' ujar Dith mengungkap teori foto jurnalistiknya. Di luar kerja jurnalistik, Dith tetap berteriak lantang menentang pembantaian Kamboja.

Akibat kanker pankreas yang menggerogotinya, Dith Pran mengembuskan napas terakhir di usia 65 tahun. Menjelang kematiannya, Dith berusaha membentuk sebuah organisasi baru untuk membantu Kamboja. Pada 1997, dia menerbitkan sebuah buku berisi kumpulan esai warga Kamboja yang menjadi saksi selama bertahun-tahun menghadapi teror rezim kejam. Sepanjang hidupnya, Dith berdedikasi untuk menghentikan segala bentuk pembantaian di dunia.

Bill Keller, editor eksekutif The Times, mengenang Dith. ''Untuk kita semua yang bekerja sebagai wartawan asing di kawasan konflik, Dith Pran mengingatkan kita pada satu kategori jurnalistik kepahlawanan. Dialah mitra lokal, penerjemah, sopir, perantara, yang tahu segala simpul, yang membuat kerja kita mudah, seorang teman yang menyelamatkan hidup, berbagi sedikit kebahagiaan, dan menghadapi semua bahaya.'' Dalam sebuah wawancara terakhir, Dith sempat mengungkap keinginan agar ada orang yang mau melanjutkan kerjanya. ''Bila ini terjadi, arwahku akan tenang.' nyt/neh